Pages

Tuesday, November 13, 2012

- Suamiku Pembohong -

Jika ada yang bilang "cinta itu butuh pengorbanan" itu memang benar, pengorbanan menjadi bukti kebenaran cinta, semakin besar pengorbanan seseorang, semakin besar pula bukti cintanya, dan sebaliknya.
Kehidupan dua insan dalam bahtera rumah tangga juga membutuhkan pengorbanan dari dua belah pihak, pengorbanan jiwa, harta, bahkan nyawa sekalipun.



Selamat Membaca,,

Perkawinan itu telah berjalan 4 tahun, namun pasangan suami istri itu belum dikaruniai seorang anak. Dan mulailah kanan - kiri berbisik-bisik, "kok belum punya anak juga yaa, masalahnya di siapa yaa? Suaminya atau istrinya yaa?". Dari berbisik-bisik, akhirnya menjadi berisik.

Tanpa sepengetahuan siapapun, suami istri itu pergi ke salah seorang dokter untuk konsultasi, dan melakukan pemeriksaan. Hasil lab mengatakan bahwa sang istri adalah seorang wanita yang mandul, sementara sang suami tidak ada masalah apapun dan tidak ada harapan bagi sang istri untuk sembuh, dalam arti, tidak ada peluang baginya untuk hamil dan mempunyai anak.

Melihat hasil seperti itu, sang suami mengucapkan, "Inna Lillahi Wa Inna Ilaihi Raji'un" lalu menyambungnya dengan ucapan "Alhamdulillah".

Sang suami seorang diri memasuki ruang dokter dengan membawa hasil lab dan sama sekali tidak memberitahu istrinya dan membiarkan sang istri menunggu di ruang tunggu perempuan yang terpisah dari kaum laki-laki.

Sang suami berkata kepada sang dokter, "saya akan panggil istri saya untuk masuk ruangan, akan tetapi, tolong, nanti anda jelaskan kepada istri saya bahwa masalahnya ada di saya, sementara dia, tidak ada masalah apa-apa".
Kontan saja sang dokter menolak dan terheran-heran. Akan tetapi sang suami terus memaksa sang dokter, akhirnya sang dokter setuju untuk mengatakan kepada sang istri bahwa masalah tidak datangnya keturunan ada pada sang suami dan bukan pada sang istri.

Sang suami memanggil sang istri yang telah lama menunggunya, dan tampak pada wajahnya kesedihan dan kemuraman. Lalu bersama sang istri ia memasuki ruang dokter. Maka sang dokter membuka amplop hasil lab, lalu membaca dan mentelaahnya, dan kemudian ia berkata, "oh, kamu - wahai fulan - yang mandul, sementara istrimu tidak ada masalah, dan tidak ada harapan bagimu untuk sembuh".

Mendengar pengumuman sang dokter, sang suami berkata, "Inna Lillahi Wa Inna Ilaihi Raji'un" dan terlihat dari raut wajahnya, wajah seseorang yang menyerah pada Qadha dan Qadar Allah Azza Wa Jalla.

Lalu pasangan suami istri itu pulang ke rumahnya, dan secara perlahan namun pasti, tersebarlah berita tentang rahasia tersebut ke para tetangga, kerabat, dan sanak saudara.

5 tahun berlalu dari peristiwa tersebut, dan sepasang suami istri bersabar, sampai akhirnya datanglah detik-detik yang sangat menegangkan, dimana sang istri berkata kepada suaminya, "Wahai fulan, saya telah bersabar selama 9 tahun, saya tahan-tahan untuk bersabar dan tidak meminta cerai darimu, dan selama ini semua orang berkata, "betapa baik dan shalihahnya sang istri itu yang terus setia mendampingi suaminya selama sembilan tahun, padahal dia tahu kalau dari suaminya, ia tidak akan memperoleh keturunan". Namun, sekarang rasanya saya sudah tidak bisa bersabar lagi, saya ingin agar engkau segera menceraikan saya, agar saya bisa menikah dengan lelaki lain dan mempunyai keturunan darinya, sehingga saya bisa melihat anak-anakku, menimangnya dan mengasuhnya".

Mendengar emosi sang istri yang memuncak, sang suami berkata, "Istriku, ini cobaan dari Allah Azza Wa Jalla, kita mesti bersabar, kita mesti....., mesti....... dan mesti.......". Singkatnya, bagi sang istri, suaminya malah berceramah di hadapannya.

Akhirnya sang istri berkata, "Ok, saya akan tahan kesabaranku 1 tahun lagi, ingat, hanya satu tahun, tidak lebih".

Sang suami setuju, dan dalam hatinya dipenuhi harapan besar, semoga Allah Azza Wa Jalla memberi jalan keluar yang terbaik bagi keduanya.

Beberapa hari kemudian, tiba-tiba sang istri jatuh sakit, dan hasil lab mengatakan bahwa sang istri mengalami gagal ginjal.

Mendengar keterangan tersebut, jatuhlah psikologis sang istri, dan mulailah memuncak emosinya. Ia berkata kepada suaminya, "Semua ini gara-gara kamu, selama ini aku menahan kesabaranku, dan jadilah sekarang aku seperti ini, kenapa selama ini kamu tidak segera menceraikan saya, saya kan ingin punya anak, saya ingin memomong dan menimang bayi, saya kan....., saya kan.....".

Sang istripun bed rest di Rumah Sakit.

Di saat yang genting itu, tiba-tiba suaminya berkata, "Maaf, saya ada tugas ke luar negeri, san saya berharap semoga engkau baik-baik saja".

"Haah,, Pergi?" kata sang istri.

"Ya, saya akan pergi karena tugas dan sekalian mencari donatur ginjal, semoga dapat" kata sang suami.

Sehari sebelum operasi, datanglah sang donatur ke tempat pembarungan sang istri. Maka disepakatilah bahwa besok akan dilakukan operasi pemasangan ginjal dari seorang donatur.

Saat itu sang istri teringat suaminya yang pergi, ia berkata dalam dirinya, "Suami apaan dia itu, istrinya operasi, eh dia malah pergi meninggalkan diriku terkapar dalam ruang bedah operasi".

Operasi berhasil dengan sangat baik, setelah satu pekan, suaminya datang, dan tampaklah pada wajahnya tanda-tanda orang yang kelelahan.

Ketahuilah bahwa sang donatur itu tidak ada lain orang melainkan sang suami itu sendiri. Ya, suaminya telah menghibahkan satu ginjalnya untuk istrinya, tanpa sepengetahuan sang istri, tetangga dan siapapun selain dokter yang dipesannya agar menutup rapat rahasia tersebut.

Dan Subhanallah,

Setelah 9 bulan dari operasi itu, sang istri melahirkan anak. Maka bergembiralah suami istri tersebut, keluarga besar dan para tetangga.

Suasana rumah tnagga kembali normal, dan sang suami telah menyelesaikan studi s2 dan s3 nya di sebuah fakultas syari'ah dan telah bekerja sebagai seorang panitera di sebuah pengadilan di Jeddah. Ia pun telah menyelesaikan hafalan Al-Qur'an dan mendapatkan sanad dengan riwayat Hafs, dari 'Ashim.

Pada suatu hari, sang suami ada tugas dinas jauh, dan ia lupa menyimpan buku hariannya dari atas meja, buku harian yang selama ini dia sembunyikan. Dan tanpa sengaja, sang istri mendapatkan buku harian tersebut, membuka-bukanya dan membacanya.

Hampir saja ia terjatuh pingsan saat menemukan rahasia tentang diri dan rumah tangganya. Ia menangis meraung-raung. Setelah agak reda, ia menelepon suaminya, dan menangis sejadi-jadinya, ia berkali-kali mengulang permohonan maaf dari suaminya. Sang suami hanya dapat membalas suara telepon istrinya dengan menangis pula.

Dan setelah peristiwa tersebut, selama tiga bulanan, sang istri tidak berani menatap wajah suaminya. Jika ada keperluan, ia berbicara dengan menundukkan mukanya, tidak ada kekuatan untuk memandangnya sama sekali.

Referensi : http://gashibu.com/

Jakarta, 13 November 2012


-Ryrie-

0 comments:

Post a Comment